Rabu, 10 Oktober 2012

Refresh Memory Lokakarya Nasional RUU NAKES “Ditemukannya Naskah Akademik Kesehatan Masyarakat”


(Rifky Anindika/ Universitas Airlangga)

Tanggal 2-3 Juni 2012, Gedung FKIK UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta telah menjadi saksi berkumpulnya mahasiswa Kesehatan Masyarakat dari berbagai daerah Indonesia yang menamai diri mereka ISMKMI. Tema menarik yang menyangkut hajat hidup kesehatan masyarakat Indonesia telah mereka persiapkan untuk didiskusikan. Tema yang mereka ambil adalah tentang harapan terbentuknya “Langkah Strategis Mahasiswa dalam Membentuk Second Opinion  untuk Pencapaian Konsesus Penyususnan RUU Tenaga Kesehatan”.
2 Juni 2012, Kemegahan gedung baru Balai Pelatihan dan Riset TIK Kemenkominfo RI telah mengumpulkan mahasiswa-mahasiswa kritis tersebut dalam suasana gairah keingintahuan. Dibuka pada pukul 8.30 WIB, Sekjend ISMKMI memberikan perumpamaan semangat Mahasiswa sesuai dengan posisinya “Memang kita tidak bisa mengatur arah angin, tapi setidaknya kita bisa mengarahkan perahu kita”.
Setelah pembukaan ada “Telaah RUU Tenaga Kesehatahan” oleh Wakil Komisi IX DPR RI, dr. AHMAD NIZAR SHIHAB,SpAn (Keynote speaker). Pada sesi ini, poin pertama yang ditekankan beliau adalah mengenai keberadaan RUU Nakes. Adanya RUU Nakes ini memang merupakan amanah dari payung hukum kesehatan 3 tahun silam, yaitu UU No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan. Pernyataan yang mengejutkan dari beliau adalah pihak Komisi IX DPR RI belum tahu dan belum menerima Draft RUU Nakes, padahal dari dosen, akademisi dan praktisi kesehatan di daerah-daerah banyak yang telah menerima soft filenya. Dalam slide presentasi beliau tertulislan bahwa “Perkembangan pembahasan undang-undang tenaga kesehatan ini di Komisi IX DPR RI yaitu DPR RI sampai saat ini masih menunggu Badan Legislasi DPR RI melakukan Perubahan Usul Inisiatif. Perubahan usul inisiatif ini diperlukan karena semula Usul Inisiatif DPR RI diubah menjadi Usul Inisiatif Pemerintah”. Selain itu juga beliau lebih suka untuk membicarakan RUU BPJS-SJSN yang menjadi konsentrasi Komisi IX DPR RI pada saat itu. Maka dapat disimpulkan bahwa pergerakan dalam pengupayaan RUU Nakes masih lama untuk dibahas di gedung senayan.
Diskusi panel sesi pertama, tema pertama yang diambil adalah Standar Pendidikan Kesehatan Masyarakat. Pada tema pertama ini dihadirkan Ridwan M. Thaha (Ketua Kolegium Promosi Kesehatan) dan Bambang Wispriyono, Apt. PhD. (Direktur AIPTKMI). Dengan logat keras khas Makassar Pak Ridwan menjelaskan tentang perkembangan hasil Majelis Kolegium Kesehatan Masyarakat di Indonesia. Pada awalnya beliau memberikan gambaran tentang hubungan sistem pendidikan terhadap sistem pelayanan kesehatan, bahwa Standar Pelayanan Profesi Kesmas yang tergambar pada Standar Pendidikan Tinggi Kesmas akan berpengaruh pada Kualitas Institusi yang tergambar dalam sistem akreditasi. Kualitas institusi tersebut akan mempengaruhi Kualitas Lulusan yang tergambar dalam Sistem Sertifikasi (STR) lulusan. Lulusan yang berkualitas akan memberikan Kualitas dalam pelayanan kesehatan sehingga terwujudlah Derajat Kesehatan Masyarakat Indonesia. Dari pola hubungan tersebut sebenarnya menjurus pada harus adanya upaya perbaikan sistem pendidikan Kesehatan Masyarakat yang belum terstandarisasi.
Membicarakan tentang posisi Kesehatan Masyarakat dalam RUU Nakes sebenarnya sama dengan mengulas hasil kinerja para ahli Kesehatan Masyarakat di bidang Keilmuan, yaitu Naskah Akademik. Naskah akademik itu akan digunakan untuk menuntun penyusunan RUU Nakes, khususnya untuk profesi Kesehatan Masyarakat. Dan orang-orang yang berada dalam forum ini sangatlah beruntung di mana pada kesempatan itulah Naskah Akademik diulas secara mendalam. Perumusan standar pendidikan Kesehatan Masyarakat oleh Kolegium Kesmas Indonesia ini sangat detail. Dimulai dari Pengertian Kesmas sebagai Ilmu adalah “Kombinasi dari ilmu pengetahuan, keterampilan, moral dan etika,  yang diarahkan pada upaya pemeliharaan dan peningkatan kesehatan semua orang, memperpanjang hidup  melalui tindakan kolektif, atau tindakan social , untuk mencegah  penyakit dan memenuhi kebutuhan menyeluruh dalam kesehatan, dengan menggunakan srategi pemberdayaan masyarakat untuk  hidup sehat secara mandiri.” Setelah itu, dibahas tentang Standar Pelayanan profesi Kesmas, Standar Kurikulum, serta Standar Akreditasi.
Dalam perumusan naskah akademik ini merupakan salah satu upaya agar gelar S.K.M mempunyai kompetensi yang sama dari setiap institusi. Selain dalam bidang keilmuannya, ternyata para ahli Kesmas ini telah berencana untuk memberikan pengakuan pada lulusan Kesehatan Masyarakat, yaitu dengan adanya STR (Surat Tanda Registrasi). STR ini merupakan hak dari LAM-PTKes (Lembaga Akreditasi Mandiri Perguruan Tinggi Kesehatan). Dengan adanya STR ini diharapkan adanya kesamaan kompetensi dasar yang dimiliki profesi Kesmas serta lebih diterimanya profesi Kesmas di pasar tenaga kerja.
Dosen FKM UNHAS, Makassar ini juga mengulas tentang jenjang pendidikan Kesmas yang dinilai banyak pihak masih belum tertata. Lulusan S1 Kesmas akan mendapat gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat (S.K.M) disertai nama peminatan yang tertulis di transkrip nilai. Selanjutnya untuk pendidikan profesi sebenarnya telah muncul di naskah akademik tahun 2011, namun karena tidak kunjung mendapat kesepakatan akhirnya tidak termasuk dalam alur pendidikan Kesmas dalam naskah akademik tahun 2012. Lulusan S2 Kesmas akan mendapat gelar Magister Kesehatan Masyarakat (M.KM) dan lulusan S3 akan mendapat gelar Dr.
Pembicara selanjutnya adalah Bambang Wispriyono, Ph.D (Direktur Eksekutif AIPTKMI) yang membicarakan tentang “Konsep Dasar Pendidikan Kesehatan Masyarakat”. Inti topik yang disampaikan Dekan FKM UI ini sebenarnya hampir sama dengan Pak Ridwan M. Thaha. Dalam pembahasan beliau diketahui tentang KKNI, yaitu Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia. KKNI merupakan suatu tingkatan berdasarkan kesetaraan capaian pembelajaran dari berbagai jenis pendidikan di Indonesia. Dalam kasus ini ada perbedaan antara pendidikan terapan dan non terapan. Pada pendidikan terapan jenjangnya dipenuhi dengan SMK, Diploma I-IV, Profesi, S2 (Terapan), S3 Spesialis. Sedangkan pendidikan non terapan yaitu kalangan pendidikan SMA, S1, S2, S3. Nah, AIPTKMI akan masih menggodok lagi di mana posisi Kesmas, terapan atau non terapan. Dari kesimpulan tersebut akan menentukan diperlukan atau tidak pendidikan profesi untuk Kesmas. Setelah sesi ini banyak lagi pembicara yang luar biasa membicarakan tentang masa depan Kesmas.
Malam hari setelah diskusi publik ini peserta delegasi ISMKMI digiring menuju Auditorium Harun Nasution UIN Syarif Hidayatullah. Dalam pikiran yang banyak terisi oleh materi tadi tidak lantas mengurangi tanda tanya yang bergentayangan. Semakin tahu semakin banyak yang dipertanyakan. Ingin membahas tentang RUU Nakes namun Wakil Komisi IX menyatakan belum tahu dan menerima draftnya. Lalu tiba-tiba ada Naskah Akademik yang menjadi kunci posisi Kesmas dalam RUU Nakes. Maka dalam forum malam itu diputuskan untuk lebih berfokus pada Naskah Akademik Kesehatan Masyarakat.
Agar pembahasan naskah akademik lebih efektif maka dibagilah kita dalam 3 kelompok dengan metode FGD membahas per bagian naskah akademik. Dalam FGD tersebut kita menemukan beberapa pertanyaan dan masalah, antara lain:
1. Perlukah Kesehatan Masyarakat memiliki jenjang pendidikan profesi?
2. Bagaimana dengan kejelasan adanya alih jenjang dari D3 jurusan-jurusan kesehatan yang justru akan semakin menenggelamkan S1 Kesmas murni?
3. Bagaimana kejelasan posisi Gizi Kesmas dan Gizi Klinis?
4. Level lulusan pendidikan Kesmas itu level 6 (S1) atau level 7 (pendidikan profesi)?
5. Jenjang pendidikan S1 non kesmas ke S2 kesmas bagaimana?
6. Bagaimana proses pelibatan mahasiswa dalam standar akreditasi?

Rabu, 09 Mei 2012

NOTULENSI NETMEETING GERAKAN DAERAH RUU NAKES


Hari, Tanggal       : Minggu, 6 Mei 2012
Pukul                      : 19.46 – 21.33 WIB
Daftar Hadir         :
Ilham Jaya (Wasekjen ISMKMI)
Fitriana (staff administrasi PN ISMKMI)
Deni Sri Wahyuni (Dir. Keilmuan PN ISMKMI)
Rifky Anindika (Staff Keilmuan PN ISMKMI)
Isti’anah Surury (Staff Keilmuan PN ISMKMI)
Fathinah Ranggauni Hardy (Staff advokasi PN ISMKMI)
Abdul Aziz (Staff Jarkom PN ISMKMI)
Agustina Kadjiip (Korwil 3 ISMKMI)
Sheika Aulia (Sekwil 3 ISMKMI)
Muhammad Aris (Korda Sultra)
Ida Bagus Putu Santika (Korda Bali)
Tomi Butsi (Korda Jateng)
Linda (Korda DIY)
Agus Zaini (Staff Litbang-Keilmuan Wil 3)
Oky Nor Sahana (Sekda Jatim)

Hasil Pembahasan
Setiap daerah wajib melakukan gerakan daerah mengenai RUU Nakes, yaitu
11.      Tiap institusi di daerah masing-masing harus mlakukan kajian/sarasehan tentang RUU nakes dan permasalahannya.Output dari point a ini adalah sosialisasi tiap institusi, sehingga diharapkan intsitusi tersebut mengerti permasalahan yang ada di RUU Nakes. Jika ada saran terkait RUU Nakes tersebut akan dilanjutkan ke tahapselanjutnya (daerah-nasional). Minimal di tiap daerah ada institusi yang melaksanakan, tapi tidak wajib semua institusi.
22.      Diskusi terbuka di daerah dengan arahan Koordinator Daerah masing-masing terkait Quo Vadis Tenaga Kesehatan Masyarakat dalam RUU Nakes dengan pembicara, Pimpinan Kampus Institusi kesehatan masyarakat setempat, Pengurus Daerah IAKMI setempat (yang latar belakang pendidikan SKM/ yang mengerti dan concern terhadap isu ini ) ,Biro Hukum Dinas Kesehatan Provinsi, Ahli/ Pakar hukum di daerah masing-masing, DPRD Provinsi (Komisi yang mengatur tentang kesehatan) Diskusi terbuka ini dihadiri oleh Mahasiswa Kesehatan Masyarakat setempat dan Tenaga Kesmas di ranah pelayanan kesehatan, pemerintahan, dan industri serta pers lokal . Dari hasil diskusi terbuka akan menghasilkan konsep bersama terkait dengan Quo Vadis Tenaga Kesehatan Masyarakat dalam RUU Nakes. Hasil-hasil pada gerakan dan kajian pada tataran daerah akan dibawa ke tataran pusat/ Nasional.
33.      karena permalasahan ini menyangkut ke standar profesi dan kode etik maka pihak yang berwenang untuk di advokasikan adalah IAKMI daerah bersama korda dan delegasi tiap instusi bem/hima miniamal 2 orang. kemudian hasil pertemuan itu lahir sebuah rekomendasi terkait standar profesi dan kode etik tenaga kesmas kepada IAKMI pusat dan yang mengeluarkan surat itu IAKMI daerah di sertai tanda tangan oleh ketua bem/hima kesmas pada masing-masing daerah. tetapi point dari isi surat itu harus seragam dari tiap-tiap daerah. supaya nantinya surat yang masuk ke IAKMI Pusat dari IAKMI daerah menumpuk dengan point sama dan harus juga ada batas waktu untuk konfirmasi suratnya.
44.      Pers Release dari setiap gerakan harus ada dan diterbitkan dalam koran lokal untuk gerakan daerah. NB : Sebelum Lokakarya RUU Nakes dilaksanakan gerakan daerah ini sudah terlaksana jadi agar biarkan isu ini terblowup sebelum lokakarya dilaksanakan .

--> Timeline untuk point 1-4 adalah akhir Mei, karena hasil dari gerakan daerah ini akan di bawa ke lokakarya  RUU Nakes pada tanggal 1-3 Juni di UIN Syarif Hidayatullah Jkt.
--> Teknis untuk gerakan ini di serahkan kepada daerah masing-masing

Adapun permasalahan yang ada  di RUU nakes yaitu
1.      Standar pendidikan dan profesi dari kesehatan masyarakat.
2.      Proyeksi tenaga kesehatan masyarakat dalam RUU Nakes.
3.      Hubungan tenaga kesehatan masyarakat dengan Nakes lain yang tercantum dalam RUU Nakes.
  
Salam Sehat, Salam Pergerakan..

Selasa, 17 April 2012

Notulensi Netmeeting Gerakan Advokasi RUU NAKES

Hari/Tanggal : Kamis, 12 April 2012
Pukul : 19.30-23.01
Daftar Hadir :
  1. Saiful Syafrudin ( Dir Advokasi PN ISMKMI)
  2. Rifky Anindika (Tim Adhoc RUU Nakes)
  3. Fathinah Ranggauni (Staf Advokasi PN ISMKMI)
  4. Deni Sri Wahyuni (Dir Keilmuan PN ISMKMI)
  5. Dian Kastika Sari (Staf Keilmuan PN ISMKMI)
  6. Zly Wahyuni (Dir Jarkom PN ISMKMI)

Hasil Pembahasan
Dalam kajian sebelumnya telah dibahas tentang point 2 yaitu Proyeksi Tenaga KESMAS dalam RUU Nakes yang belum jelas, karena untuk mengkaji lebih lanjut RUU Nakes ini Landasan yg kita pakai adalah UU  RI No 36 tahun 2009 tentang Kesehatan, terpusat pada pasal 24 ayat 1,2,3 yang menjelaskan tentang tenaga kesehatan. Jadi Permasalahan utama adalah STANDAR PENDIDIKAN, STANDAR PROFESI DAN KODE ETIK yang belum jelas di tenaga kesmas. Maka ada beberapa gerakan daerah yang dibutuhkan yaitu.
Gerakan Daerah
a.         Kajian isu strategis RUU Nakes di tiap Institusi melalui Sarasehan (sharing lesehan) untuk melakukan bedah RUU Nakes. Yang perlu dijelaskan adalah informasi dari analisis situasi yang didapatkan dan dibandingkan dengan hal berikut,
a.Standar pendidikan dan profesi dari kesehatan masyarakat.
b.Proyeksi tenaga kesehatan masyarakat dalam RUU Nakes.
c.Hubungan tenaga kesehatan masyarakat dengan Nakes lain yang tercantum dalam RUU Nakes.
d.Perbaikan redaksi yang masih ada kerancuan dalam pelaksanaan RUU Nakes agar tidak terjadi ketimpangan nantinya.
Dari hasil kajian yang dilakukan oleh tiap institusi/ BEM / Senat/ Hima . maka didapatkan beberapa pertanyaan ataupun ada solusi tentang kerancuan dari draft RUU Nakes yang akan dibawa ke Diskusi terbuka di daerah masing-masing.     
b.         Diskusi terbuka didaerah dengan arahan Koordinator Daerah masing-masing terkait Quo Vadis Tenaga Kesehatan Masyarakat dalam RUU Nakes dengan pembicara, Pimpinan Kampus Institusi kesehatan masyarakat setempat, Pengurus Daerah IAKMI setempat (yang latar belakang pendidikan SKM/ yang mengerti dan concern terhadap isu ini ) ,Biro Hukum Dinas Kesehatan Provinsi, Ahli/ Pakar hukum di daerah masing-masing, DPRD Provinsi (Komisi yang mengatur tentang kesehatan)            Diskusi terbuka ini dihadiri oleh Mahasiswa Kesehatan Masyarakat setempat dan Tenaga Kesmas di ranah pelayanan kesehatan, pemerintahan, dan industri serta pers lokal . Dari hasil diskusi terbuka akan menghasilkan konsep bersama terkait dengan Quo Vadis Tenaga Kesehatan Masyarakat dalam RUU Nakes. Hasil-hasil pada gerakan dan kajian pada tataran daerah akan dibawa ke tataran pusat/ Nasional.

c. karena permalasahan ini menyangkut ke standar profesi dan kode etik maka pihak yang berwenang untuk di advokasikan adalah IAKMI daerah bersama korda dan delegasi tiap instusi bem/hima miniamal 2 orang. kemudian hasil pertemuan itu lahir sebuah rekomendasi terkait standar profesi dan kode etik tenaga kesmas kepada IAKMI pusat dan yang mengeluarkan surat itu IAKMI daerah di sertai tanda tangan oleh ketua bem/hima kesmas pada masing-masing daerah. tetapi point dari isi surat itu harus seragam dari tiap-tiap daerah. supaya nantinya surat yang masuk ke IAKMI Pusat dari IAKMI daerah menumpuk dengan point sama dan harus juga ada batas waktu untuk konfirmasi suratnya.

d. Pers Release dari setiap gerakan harus ada dan diterbitkan dalam koran lokal untuk gerakan daerah.
NB : Sebelum Lokakarya RUU Nakes dilaksanakan gerakan daerah ini sudah terlaksana jadi agar biarkan isu ini terblowup sebelum lokakarya dilaksanakan .
Yang diperlukan terkait ini adalah SK Sekjend untuk setiap korda agar menjalankan gerakan ini dan komitmen dari kita semua untuk melaksanakan ini .

Minggu, 25 Maret 2012

Notulensi Netmeeting Advokasi PN ISMKMI dengan Tim Adhoc RUU Nakes

Hari/Tanggal : Jumat ,23 Maret 2012
Pukul : 20.00-23.38
Daftar Hadir :
  1. Saiful Syafrudin ( Dir Advokasi)
  2. Rifky Anindika (Tim Adhoc RUU Nakes)
  3. Fathinah Ranggauni (Staf Advokasi)
  4. Mentari (Satf Advokasi )
  5. Riyan Aprilatama (Staf Advokasi)
  6. Faizah Maryam (Staf Advokasi)
  7. Nilna Rahmi Isna (Sekjend ISMKMI)
  8. Angyun Abraham ( Staf Ahli Sekjend ISMKMI)
Dalam kajian sebelumnya Permasalahan Utama dalam RUU Nakes yaitu,
a.         Standar pendidikan dan profesi dari kesehatan masyarakat.
b.         Proyeksi tenaga kesehatan masyarakat dalam RUU Nakes.
c.         Hubungan tenaga kesehatan masyarakat dengan Nakes lain yang tercantum dalam RUU Nakes.
d.         Perbaikan redaksi yang masih ada kerancuan dalam pelaksanaan RUU Nakes agar tidak terjadi ketimpangan nantinya.
Yang dibahas dalam netmeet kali ini tentang poit 2 yaitu Proyeksi Tenaga KESMAS dalam RUU Nakes yang belum jelas, karena untuk mengkaji lebih lanjut RUU Nakes ini Landasan yg kita pakai adalah UU  RI No 36 tahun 2009 tentang Kesehatan, terpusat pada pasal 24 ayat 1,2,3 yang menjelaskan tentang tenaga kesehatan.
Pasal 24                                            
(1) Tenaga kesehatan sebagaimana dimaksud dalam ,Pasal 23 harus memenuhi ketentuan
kode etik, standar profesi, hak pengguna pelayanan kesehatan, standar pelayanan, dan
standar prosedur operasional.
(2) Ketentuan mengenai kode etik dan standar profesi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur oleh organisasi profesi.
(3) Ketentuan mengenai hak pengguna pelayanan kesehatan, standar pelayanan, dan standar prosedur operasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri.
            Fakta yang didapatkan tenaga kesehatan masyarakat belum ada STANDAR PENDIDIKAN , STANDAR PROFESI DAN KODE ETIK  yang jelas . untuk menentukan langkah gerakan kita selanjutnya adalah.
  1. Analisis situasi (cari data) .
Hearing ke AIPTKMI mengenai standar pendidikan kesehatan masyarakat.
Hearing ke IAKMI mengenai standar profesi dan kode etik profesi kesehatan masyarakat .

  1. Untuk gerakan selanjutnya terkait dengan gerakan daerah dll akan dijelaskan dalam TOR yang sedang dalam proses pembuatannya dan dibahas kembali dalam netmeeting dengan Dir litbang dan keilmuan.

Kamis, 22 Maret 2012

Fakta-Fakta tentang RUU NAKES

Mahasiswa Kesehatan Masyarakat Harus Sadar RUU Tenaga Kesehatan!!!
Fakta 1. Dalam RUU NAKES sendiri masih belum jelas proyeksi tenaga Sarjana Kesehatan Masyarakat. 


Fakta 2. pasal 10 dalam RUU NAKES
(1) Tenaga kesehatan dikelompokkan ke dalam:
a. tenaga medis; b. tenaga keperawatan dan kebidanan; c. tenaga kefarmasian; d. tenaga kesehatan masyarakat dan lingkungan; e. tenaga kesehatan lingkungan; f. tenaga gizi ; g. tenaga keterapian fisik; h. tenaga keteknisian medis; i. tenaga psikososial; j. tenaga kesehatan lainnya. --> ada masalah apa sehingga poin d dan e dibedakan? perhatikan poin d, perhatikan poin e. Selayaknya tenaga kesehatan lingkungan masih dalam tenaga kesehatan masyarakat. Sebaiknya tenaga kesehatan masyarakat dijelaskan spesifikasinya, yaitu : poin d. tenaga kesehatan masyarakat yaitu epidemiolog, administrator kesehatan, sanitarian, dst..
Fakta 3. Pasal 1 ayat 5 Sertifikat Kompetensi adalah surat tanda pengakuan terhadap kompetensi tenaga kesehatan untuk dapat menjalankan praktik dan/atau pekerjaan profesinya di seluruh Indonesia setelah lulus uji kompetensi. Sekali lagi : surat tanda pengakuan ... setelah lulus uji kompetensi... Apa SKM punya? Klo tenaga kesehatan masyarakat sih banyak yg punya : misal dr. blablabla, M.ARS atau blablabla, A.md Kep, SKM Memang ada wacana tentang pelaksanaan STR di tahun 2012 oleh IAKMI. Namun bagaimana mekanismenya masih belum tahu. Yang utama terkait pasal ini sebenarnya adalah kompetensi itu sendiri. Kesmas masih belum jelas standar kompetensi nya dan kurikulum pun belum terstandarisasi.
Fakta 4. pasal 1 ayat 4 4. Kompetensi adalah kemampuan yang dimiliki seseorang tenaga kesehatan berdasarkan ilmu pengetahuan, keterampilan dan sikap profesional untuk dapat menjalankan praktik dan/atau pekerjaan profesinya. Diulangi : kompetensi adalah.... menjalankan "praktik" ..... Praktik tertulis jelas, tp tdk semua tenaga kesehatan yg menjalankan praktik Baiknya redaksinya cukup : Kompetensi adalah kemampuan yang dimiliki seseorang tenaga kesehatan berdasarkan ilmu pengetahuan, keterampilan dan sikap profesional untuk dapat menjalankan pekerjaan profesinya.
Ayoo dikaji, ditambahkan juga permasalahannya, lalu kita carikan solusinya. Hidup Mahasiswa!!! Hidup SKM!!!



(Oleh Nilna R. Isna)

Kesimpulan Diskusi Publik RUU NAKES di FKM UI

Kesehatan Masyarakat mempunyai definisi yang sangat luas. Ketika dipandang sebagai obyek, kesehatan masyarakat merupakan suatu keadaan yang berkaitan dengan masalah maupun status kesehatan pada masyarakat. Ketika dipandang sebagai ilmu menurut Ikatan Dokter Amerika (1948), kesehatan masyarakat adalah Ilmu dan seni memelihara, melindungi dan meningkatkan kesehatan masyarakat melalui usaha-usaha pengorganisasian masyarakat. Sedangkan Kesehatan masyarakat dipandang sebagai profesi merupakan tenaga kesehatan yang menangi permasalahan kesehatan dengan pendekatan preventif dan promotif pada masyarakat.
Banyak masalah kesehatan yang harus ditangani untuk meningkatkan derajat kesehatan di Indonesia. Bertambahnya masalah penyakit infeksi, masalah kesehatan lingkungan yang semakin mengancam masyarakat, kesehatan ibu dan anak yang tak kunjung mendapatkan penanganan terbaik dari pemerintah, dan masalah ekonomi dan sosial yang memberikan dampak besar pada kesehatan masyarakat merupakan contoh banyaknya masalah kesehatan yang sulit diatasi di Indonesia. Namun namanya bukan masalah kalau tidak mungkin diselesaikan, jadi masalah tersebut memerlukan penanganan yang tepat untuk dapat terselesaikan.
Dengan merujuk pada pengertian ilmu kesehatan masyarakat, sebenarnya telah ditunjukkan bahwa masalah kesehatan dapat ditangani dengan cara pendekatan ilmu kesehatan masyarakat tersebut. Dengan begitu tenaga kesehatan masyarakat sebenarnya memiliki banyak pekerjaan yang harus dikerjaan untuk mencapai penanganan masalah kesehatan di masyarakat. Oleh karena itu, profesi kesehatan masyarakat harus mempunyai kompetensi, jobdes, pengetahuan dan posisi yang tepat dalam sistem tenaga kesehatan di Indonesia.
Mengacu pada tugas kesehatan masyarakat saat ini, tenaga kesehatan masyarakat tidak hanya berasal dari sarjana kesehatan masyarakat saja tapi juga dilaksanakan oleh profesi kesehatan lainnya. Hal ini bisa terlihat pada banyaknya tenaga kesehatan lain yang mengisi tugas dan kerja tenaga kesehatan masyarakat. Permasalahan ini kemungkinan disebabkan oleh kurang spesifiknya kompetensi profesi kesehatan masyarakat di Indonesia.
Sifat pelayanan kesehatan masyarakat lebih pada sifat preventif, yang menjadikan masyarakat sebagai sasarannya. Kerja dari tenaga kesehatan juga proaktif dalam menangani masalah kesehatan dengan pendekatan yang holistik. Dengan sifat tersebut perlu kebijaksanaan yang besar oleh profesi kesehatan lain untuk lebih berfokus pada jobdes-nya dan menyerahkan tugas kesehatan masyarakat pada yang lebih berkompeten.
Adanya RUU Nakes memberikan harapan baru kepada tenaga kesehatan khusunya Kesehatan Masyarakat sebagai salah satu cabang ilmu kita, untuk mempunyai payung hukumnya. RUU NAKES juga dapat memperjelas ruang lingkup tugas dan wewenang dari profesi-profesi kesehatan yang masih perlu diatur lagi. Namun dalam RUU NAKES belum jelas mengenai kewenangan kesehatan masyarakat, dan suatu profesi harus memiliki kewenangan yang jelas untuk menentukan apa yang dapat dilakukannya dalam menangani masalah kesehatan di Indonesia. Masalah antara kesehatan masyarakat dan RUU NAKES juga muncul ketika belum terbentuk kompetensi yang jelas dan terstandarisasi untuk institusi penyelenggara pendidikan kesehatan masyarakat di Indonesia. Kurikulum dan kompetensinya masih diperdebatkan karena masih didiskusikan dengan DIKTI. RUU yang masih ada pada pemerintahan dan kurikulum yang masih didiskusikan di DIKTI maka perlu banyak advokasi untuk mencapai profesi kesehatan masyarakat yang spesifik.

Quo Vadis Tenaga Kesehatan Masyarakat dalam RUU NAKES

Kesehatan di Indonesia selalu mendapatkan tantangan yang baru di setiap waktu. Tantangan tersebut adalah pola penyakit yang semakin kompleks karena tingginya ketimpangan regional, sosial dan ekonomi, selain itu juga menurunnya kondisi dan penggunaan fasilitas kesehatan dan kontribusi yang kurang dari Tenaga Kesehatan di Indonesia. Masalah di atas dikarenakan oleh sistem kesehatan yang kurang tepat. Salah satu contohnya adalah sistem tenaga kesehatan Indonesia yang belum memiliki payung hukum dan standar kompetensi yang jelas. Tanpa payung hukum dan standar kompetensi tersebut, tenaga kesehatan Indonesia tidak akan mampu bersaing dalam kancah Internasional.
            Adanya UU No 6 Tahun 1963 - Tenaga Kesehatan memberikan payung hukum pada tenaga kesehatan di Indonesia. Namun, masalah muncul ketika dalam UU tersebut terdapat ketidakcocokan antara proyeksi kerja suatu bidang ilmu kesehatan dengan kompetensi yang dimiliki oleh suatu profesi. UU ini tidak disokong oleh kompetensi yang jelas dan terstandarisasi dari ilmu tenaga kesehatan di dalam sistem pendidikan Indonesia.
            Dalam keusangan payung hukum tenaga kesehatan tersebut, ada salah satu nakes yang akan mendapatkan payung hukum, yaitu tenaga keperawatan. RUU tentang Keperawatan telah dicanangkan DPR menjadi prioritas no. urut 160 dalam Proglesnas (Program Legislatif Nasional) 2004, dan menjadi prioritas nomor urut 26 pada tahun 2009. Namun pada rapat paripurna, DPR menyepakati untuk menghilangkan RUU Keperawatan dengan mengganti RUU Nakes untuk semua tenaga kesehatan.
            Adanya RUU Nakes memberikan harapan baru kepada tenaga kesehatan khusunya Kesehatan Masyarakat sebagai salah satu cabang ilmu kita, untuk mempunyai payung hukumnya. RUU Nakes juga dapat memberikan penjaminan hubungan tenaga kesehatan dengan user/costumer. Namun sebelum di sahkan RUU ini banyak memiliki kekurangan, apabila disahkan justru akan membuat rancu peran tenaga kesehatan di Indonesia. Poin-poin penting yang harus diperhatikan dalam RUU NAKES ini adalah:
1.      Penataan Sistem Pendidikan Ilmu Kesehatan sebelum adanya UU Tenaga Kesehatan
Proyeksi kerja seorang tenaga kesehatan masyarakat (selanjutnya akan disebut tenaga kesmas) yang telah terejawantahkan dalam UU akan tepat apabila proyeksi kerja tersebut sesuai dengan kompetensi yang telah dimiliki oleh tenaga kesmas. Kompetensi tenaga kesmas didapat pada saat mereka melalui proses pendidikan mereka di perguruan tinggi. Namun, sekarang masalahnya kompetensi tenaga kesmas di Indonesia tidak merata. Hal tersebut dapat terlihat pada kurikulum mendasar yang berbeda di setiap institusi pendidikan tinggi ilmu kesehatan masyarakat, contohnya: perbedaan jenis, jumlah serta waktu pengambilan peminatan.
Selain kurikulum yang tidak terstandarisasi, banyak keadaan institusi yang berbeda-beda fasilitasnya. Fasilitas yang belum merata menyebabkan terhambatnya pemerataan kompetensi seorang tenaga kesmas. Hal tersebut menyebabkan perbedaan kompetensi lulusan seorang tenaga kesmas. Hal ini harus segera terselesaikan dengan standarisasi fasilitas institusi kesmas yang ingin menyelenggarakan studi ilmu kesehatan masyarakat untuk para mahasiswanya.
Jadi, pada poin pertama kesimpulannya adalah perlu adanya standarisasi dan penataan sistem pendidikan ilmu kesehatan masyarakat sebelum adanya UU Tenaga Kesehatan.

2.      Proyeksi Kerja Tenaga Kesmas dalam RUU NAKES
Poin kedua adalah mengenai proyeksi kerja tenaga kesmas yang terdapat dalam draft RUU Nakes, disebutkan pada pasal 10 ayat 5 bahwa “Tenaga kesehatan yang termasuk dalam kelompok tenaga kesehatan masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d terdiri dari epidemiolog kesehatan, promosi kesehatan, dan kesehatan kerja.” Jadi dalam pasal tersebut tercantum proyeksi kerja seorang tenaga Nakes hanya terkotakkan dalam tiga profesi tersebut.

3.      Hubungan Tenaga Kesmas dengan Nakes Lain dalam RUU NAKES
·      Dalam pasal 10 tercantum peran masing-masing profesi tenaga kesehatan, namun dalam pasal ini Kesehatan Masyarakat dibedakan dengan Kesehatan Lingkungan dan Gizi, padahal dua keilmuan masuk dalam bidang peminatan kesehatan masyarakat. Untuk tenaga gizi dapat diketahui kalau telah ada ilmu gizi yang ada di perguruan tinggi. Namun di sini akan rancu perannya apabila tenaga kesmas juga memiliki kompetensi dengan peminatan gizi. Tujuan RUU Nakes dalam masalah ini adalah membedakan peran dan proyeksi kerja dua keilmuan ini.
·      Sekarang beranjak pada masalah pemisahan kesehatan masyarakat dengan kesehatan lingkungan. Latar belakang pendidikan apakah yang akan mengisi profesi tersebut?
·      Ada redaksi pada pasal 10 ayat 3 yang menjelaskan bahwa “Tenaga kesehatan yang termasuk dalam kelompok tenaga keperawatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b antara lain terdiri dari perawat, perawat gigi, perawat anestesi, dan bidan.” Nah, di sini banyak yang memprotesnya, komentar-komentar untuk ayat ini antara lain:
-          IBI mengusulkan bidan dikeluarkan dari kelompok tenaga keperawatan dan menjadi kelompok sendiri.
-          Usul PPNI pembagiannya: Perawat vokasi, nurse, dan nurse spesialis. Bidan dipisahkan tersendiri.

4.      Perbaikan Redaksi
Undang-undang perlu adanya redaksi yang tepat dan jelas agar tidak menimbulkan pengertian ganda dan berdampak pada kerancuan dalam pelaksanaannya. Banyak redaksi dalam RUU NAKES yang rancu, antara lain:
-          pasal 1 ayat 1
Tenaga kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan/atau keterampilan melalui pendidikan di bidang kesehatan, yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan.
berarti setiap orang yang mengabdikan diri di bidang kesehatan sudah berwenang dalam melakukan upaya kesehatan. meskipun ada kata "memiliki pengetahuan...." tapi ada kata "serta", berarti duaduanya boleh melakukan upaya kesehatan.
-          Pasal 1 ayat 2
Fasilitas pelayanan kesehatan adalah tempat yang digunakan untuk menyelenggarakan upaya pelayanan kesehatan, baik promotif, preventif, kuratif maupun rehabilitatif yang diselenggarakan oleh pemerintah dan/atau masyarakat.
-          Pasal 1 ayat 3
Upaya kesehatan adalah setiap kegiatan dan/atau serangkaian kegiatan yang dilakukan secara terpadu, terintregasi dan berkesinambungan untuk memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat dalam bentuk pencegahan penyakit, peningkatan kesehatan, pengobatan penyakit, dan pemulihan kesehatan oleh pemerintah dan/atau masyarakat
Upaya kesehatan dilakukan oleh pemerintah atau masyarakat, lalu di mana kah peran Nakes?
(Selain ayat-ayat di atas banyak yang perlu untuk dikaji kembali)

            Jadi, sebelum suatu undang-undang ini disahkan dan memberi kepastian hukum pada tenaga kesehatan perlu disokong oleh kemampuan pendidikan kesehatan yang dapat memberikan kompetensi yang sesuai dengan proyeksi kerjanya. Selain itu, dikarenakan kerja seorang tenaga kesmas yang pasti bersinggungan dengan tenaga kesehatan lainnya, maka diperlukan status dan proyeksi kerja yang jelas antar profesi kesehatan. Hal lain yang tak kalah penting adalah perundang-undangan perlu penataan redaksi yang jelas dan tepat agar tidak menimbulkan kerancuan dan masalah pada masa yang akan datang.


By : Rifky Anindika (FKM Univ. Airlangga)
­-Berdasarkan Kajian Tim Adhoc RUU NAKES ISMKMI-
Ahmad Syarifudin (Universitas Indonesia)
Desri Astuti (Universitas Muhammadiyah Jakarta)
Rifqi Abdul Fattah (Universitas Muhammadiyah Jakarta)
Elia Nur A’yunin (Universitas Jenderal Soerdirman)
M. Agus Zaini (Universitas Airlangga)
Ambarwati (Universitas Airlangga)