Rabu, 10 Oktober 2012

Refresh Memory Lokakarya Nasional RUU NAKES “Ditemukannya Naskah Akademik Kesehatan Masyarakat”


(Rifky Anindika/ Universitas Airlangga)

Tanggal 2-3 Juni 2012, Gedung FKIK UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta telah menjadi saksi berkumpulnya mahasiswa Kesehatan Masyarakat dari berbagai daerah Indonesia yang menamai diri mereka ISMKMI. Tema menarik yang menyangkut hajat hidup kesehatan masyarakat Indonesia telah mereka persiapkan untuk didiskusikan. Tema yang mereka ambil adalah tentang harapan terbentuknya “Langkah Strategis Mahasiswa dalam Membentuk Second Opinion  untuk Pencapaian Konsesus Penyususnan RUU Tenaga Kesehatan”.
2 Juni 2012, Kemegahan gedung baru Balai Pelatihan dan Riset TIK Kemenkominfo RI telah mengumpulkan mahasiswa-mahasiswa kritis tersebut dalam suasana gairah keingintahuan. Dibuka pada pukul 8.30 WIB, Sekjend ISMKMI memberikan perumpamaan semangat Mahasiswa sesuai dengan posisinya “Memang kita tidak bisa mengatur arah angin, tapi setidaknya kita bisa mengarahkan perahu kita”.
Setelah pembukaan ada “Telaah RUU Tenaga Kesehatahan” oleh Wakil Komisi IX DPR RI, dr. AHMAD NIZAR SHIHAB,SpAn (Keynote speaker). Pada sesi ini, poin pertama yang ditekankan beliau adalah mengenai keberadaan RUU Nakes. Adanya RUU Nakes ini memang merupakan amanah dari payung hukum kesehatan 3 tahun silam, yaitu UU No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan. Pernyataan yang mengejutkan dari beliau adalah pihak Komisi IX DPR RI belum tahu dan belum menerima Draft RUU Nakes, padahal dari dosen, akademisi dan praktisi kesehatan di daerah-daerah banyak yang telah menerima soft filenya. Dalam slide presentasi beliau tertulislan bahwa “Perkembangan pembahasan undang-undang tenaga kesehatan ini di Komisi IX DPR RI yaitu DPR RI sampai saat ini masih menunggu Badan Legislasi DPR RI melakukan Perubahan Usul Inisiatif. Perubahan usul inisiatif ini diperlukan karena semula Usul Inisiatif DPR RI diubah menjadi Usul Inisiatif Pemerintah”. Selain itu juga beliau lebih suka untuk membicarakan RUU BPJS-SJSN yang menjadi konsentrasi Komisi IX DPR RI pada saat itu. Maka dapat disimpulkan bahwa pergerakan dalam pengupayaan RUU Nakes masih lama untuk dibahas di gedung senayan.
Diskusi panel sesi pertama, tema pertama yang diambil adalah Standar Pendidikan Kesehatan Masyarakat. Pada tema pertama ini dihadirkan Ridwan M. Thaha (Ketua Kolegium Promosi Kesehatan) dan Bambang Wispriyono, Apt. PhD. (Direktur AIPTKMI). Dengan logat keras khas Makassar Pak Ridwan menjelaskan tentang perkembangan hasil Majelis Kolegium Kesehatan Masyarakat di Indonesia. Pada awalnya beliau memberikan gambaran tentang hubungan sistem pendidikan terhadap sistem pelayanan kesehatan, bahwa Standar Pelayanan Profesi Kesmas yang tergambar pada Standar Pendidikan Tinggi Kesmas akan berpengaruh pada Kualitas Institusi yang tergambar dalam sistem akreditasi. Kualitas institusi tersebut akan mempengaruhi Kualitas Lulusan yang tergambar dalam Sistem Sertifikasi (STR) lulusan. Lulusan yang berkualitas akan memberikan Kualitas dalam pelayanan kesehatan sehingga terwujudlah Derajat Kesehatan Masyarakat Indonesia. Dari pola hubungan tersebut sebenarnya menjurus pada harus adanya upaya perbaikan sistem pendidikan Kesehatan Masyarakat yang belum terstandarisasi.
Membicarakan tentang posisi Kesehatan Masyarakat dalam RUU Nakes sebenarnya sama dengan mengulas hasil kinerja para ahli Kesehatan Masyarakat di bidang Keilmuan, yaitu Naskah Akademik. Naskah akademik itu akan digunakan untuk menuntun penyusunan RUU Nakes, khususnya untuk profesi Kesehatan Masyarakat. Dan orang-orang yang berada dalam forum ini sangatlah beruntung di mana pada kesempatan itulah Naskah Akademik diulas secara mendalam. Perumusan standar pendidikan Kesehatan Masyarakat oleh Kolegium Kesmas Indonesia ini sangat detail. Dimulai dari Pengertian Kesmas sebagai Ilmu adalah “Kombinasi dari ilmu pengetahuan, keterampilan, moral dan etika,  yang diarahkan pada upaya pemeliharaan dan peningkatan kesehatan semua orang, memperpanjang hidup  melalui tindakan kolektif, atau tindakan social , untuk mencegah  penyakit dan memenuhi kebutuhan menyeluruh dalam kesehatan, dengan menggunakan srategi pemberdayaan masyarakat untuk  hidup sehat secara mandiri.” Setelah itu, dibahas tentang Standar Pelayanan profesi Kesmas, Standar Kurikulum, serta Standar Akreditasi.
Dalam perumusan naskah akademik ini merupakan salah satu upaya agar gelar S.K.M mempunyai kompetensi yang sama dari setiap institusi. Selain dalam bidang keilmuannya, ternyata para ahli Kesmas ini telah berencana untuk memberikan pengakuan pada lulusan Kesehatan Masyarakat, yaitu dengan adanya STR (Surat Tanda Registrasi). STR ini merupakan hak dari LAM-PTKes (Lembaga Akreditasi Mandiri Perguruan Tinggi Kesehatan). Dengan adanya STR ini diharapkan adanya kesamaan kompetensi dasar yang dimiliki profesi Kesmas serta lebih diterimanya profesi Kesmas di pasar tenaga kerja.
Dosen FKM UNHAS, Makassar ini juga mengulas tentang jenjang pendidikan Kesmas yang dinilai banyak pihak masih belum tertata. Lulusan S1 Kesmas akan mendapat gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat (S.K.M) disertai nama peminatan yang tertulis di transkrip nilai. Selanjutnya untuk pendidikan profesi sebenarnya telah muncul di naskah akademik tahun 2011, namun karena tidak kunjung mendapat kesepakatan akhirnya tidak termasuk dalam alur pendidikan Kesmas dalam naskah akademik tahun 2012. Lulusan S2 Kesmas akan mendapat gelar Magister Kesehatan Masyarakat (M.KM) dan lulusan S3 akan mendapat gelar Dr.
Pembicara selanjutnya adalah Bambang Wispriyono, Ph.D (Direktur Eksekutif AIPTKMI) yang membicarakan tentang “Konsep Dasar Pendidikan Kesehatan Masyarakat”. Inti topik yang disampaikan Dekan FKM UI ini sebenarnya hampir sama dengan Pak Ridwan M. Thaha. Dalam pembahasan beliau diketahui tentang KKNI, yaitu Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia. KKNI merupakan suatu tingkatan berdasarkan kesetaraan capaian pembelajaran dari berbagai jenis pendidikan di Indonesia. Dalam kasus ini ada perbedaan antara pendidikan terapan dan non terapan. Pada pendidikan terapan jenjangnya dipenuhi dengan SMK, Diploma I-IV, Profesi, S2 (Terapan), S3 Spesialis. Sedangkan pendidikan non terapan yaitu kalangan pendidikan SMA, S1, S2, S3. Nah, AIPTKMI akan masih menggodok lagi di mana posisi Kesmas, terapan atau non terapan. Dari kesimpulan tersebut akan menentukan diperlukan atau tidak pendidikan profesi untuk Kesmas. Setelah sesi ini banyak lagi pembicara yang luar biasa membicarakan tentang masa depan Kesmas.
Malam hari setelah diskusi publik ini peserta delegasi ISMKMI digiring menuju Auditorium Harun Nasution UIN Syarif Hidayatullah. Dalam pikiran yang banyak terisi oleh materi tadi tidak lantas mengurangi tanda tanya yang bergentayangan. Semakin tahu semakin banyak yang dipertanyakan. Ingin membahas tentang RUU Nakes namun Wakil Komisi IX menyatakan belum tahu dan menerima draftnya. Lalu tiba-tiba ada Naskah Akademik yang menjadi kunci posisi Kesmas dalam RUU Nakes. Maka dalam forum malam itu diputuskan untuk lebih berfokus pada Naskah Akademik Kesehatan Masyarakat.
Agar pembahasan naskah akademik lebih efektif maka dibagilah kita dalam 3 kelompok dengan metode FGD membahas per bagian naskah akademik. Dalam FGD tersebut kita menemukan beberapa pertanyaan dan masalah, antara lain:
1. Perlukah Kesehatan Masyarakat memiliki jenjang pendidikan profesi?
2. Bagaimana dengan kejelasan adanya alih jenjang dari D3 jurusan-jurusan kesehatan yang justru akan semakin menenggelamkan S1 Kesmas murni?
3. Bagaimana kejelasan posisi Gizi Kesmas dan Gizi Klinis?
4. Level lulusan pendidikan Kesmas itu level 6 (S1) atau level 7 (pendidikan profesi)?
5. Jenjang pendidikan S1 non kesmas ke S2 kesmas bagaimana?
6. Bagaimana proses pelibatan mahasiswa dalam standar akreditasi?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar