(Rifky Anindika/
Universitas Airlangga)
Tanggal 2-3 Juni 2012, Gedung FKIK UIN
Syarif Hidayatullah, Jakarta telah menjadi saksi berkumpulnya mahasiswa
Kesehatan Masyarakat dari berbagai daerah Indonesia yang menamai diri mereka
ISMKMI. Tema menarik yang menyangkut hajat hidup kesehatan masyarakat Indonesia
telah mereka persiapkan untuk didiskusikan. Tema yang mereka ambil adalah
tentang harapan terbentuknya “Langkah Strategis Mahasiswa dalam Membentuk
Second Opinion untuk Pencapaian Konsesus
Penyususnan RUU Tenaga Kesehatan”.
2 Juni 2012, Kemegahan gedung baru Balai
Pelatihan dan Riset TIK Kemenkominfo RI telah mengumpulkan mahasiswa-mahasiswa
kritis tersebut dalam suasana gairah keingintahuan. Dibuka pada pukul 8.30 WIB,
Sekjend ISMKMI memberikan perumpamaan semangat Mahasiswa sesuai dengan
posisinya “Memang kita tidak bisa mengatur arah angin, tapi setidaknya kita
bisa mengarahkan perahu kita”.
Setelah pembukaan ada “Telaah RUU Tenaga
Kesehatahan” oleh Wakil Komisi IX DPR RI, dr. AHMAD
NIZAR SHIHAB,SpAn (Keynote speaker). Pada sesi ini,
poin pertama yang ditekankan beliau adalah mengenai keberadaan RUU Nakes. Adanya
RUU Nakes ini memang merupakan amanah dari payung hukum kesehatan 3 tahun
silam, yaitu UU No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan. Pernyataan yang
mengejutkan dari beliau adalah pihak Komisi IX DPR RI belum tahu dan belum
menerima Draft RUU Nakes, padahal dari dosen, akademisi dan praktisi kesehatan
di daerah-daerah banyak yang telah menerima soft filenya. Dalam slide
presentasi beliau tertulislan bahwa “Perkembangan pembahasan undang-undang
tenaga kesehatan ini di Komisi IX DPR RI yaitu DPR RI sampai saat ini masih
menunggu Badan Legislasi DPR RI melakukan Perubahan Usul Inisiatif. Perubahan
usul inisiatif ini diperlukan karena semula Usul Inisiatif DPR RI diubah
menjadi Usul Inisiatif Pemerintah”. Selain itu juga beliau lebih suka untuk
membicarakan RUU BPJS-SJSN yang menjadi konsentrasi Komisi IX DPR RI pada saat
itu. Maka dapat disimpulkan bahwa pergerakan dalam pengupayaan RUU Nakes masih
lama untuk dibahas di gedung senayan.
Diskusi panel sesi pertama, tema pertama
yang diambil adalah Standar Pendidikan Kesehatan Masyarakat. Pada tema pertama
ini dihadirkan Ridwan M. Thaha (Ketua Kolegium Promosi Kesehatan) dan Bambang
Wispriyono, Apt. PhD. (Direktur AIPTKMI). Dengan logat keras khas Makassar Pak
Ridwan menjelaskan tentang perkembangan hasil Majelis Kolegium Kesehatan
Masyarakat di Indonesia. Pada awalnya beliau memberikan gambaran tentang
hubungan sistem pendidikan terhadap sistem pelayanan kesehatan, bahwa Standar
Pelayanan Profesi Kesmas yang tergambar pada Standar Pendidikan Tinggi Kesmas
akan berpengaruh pada Kualitas Institusi yang tergambar dalam sistem
akreditasi. Kualitas institusi tersebut akan mempengaruhi Kualitas Lulusan yang
tergambar dalam Sistem Sertifikasi (STR) lulusan. Lulusan yang berkualitas akan
memberikan Kualitas dalam pelayanan kesehatan sehingga terwujudlah Derajat
Kesehatan Masyarakat Indonesia. Dari pola hubungan tersebut sebenarnya menjurus
pada harus adanya upaya perbaikan sistem pendidikan Kesehatan Masyarakat yang
belum terstandarisasi.
Membicarakan tentang posisi Kesehatan Masyarakat
dalam RUU Nakes sebenarnya sama dengan mengulas hasil kinerja para ahli
Kesehatan Masyarakat di bidang Keilmuan, yaitu Naskah Akademik. Naskah akademik
itu akan digunakan untuk menuntun penyusunan RUU Nakes, khususnya untuk profesi
Kesehatan Masyarakat. Dan orang-orang yang berada dalam forum ini sangatlah
beruntung di mana pada kesempatan itulah Naskah Akademik diulas secara
mendalam. Perumusan standar pendidikan Kesehatan Masyarakat oleh Kolegium
Kesmas Indonesia ini sangat detail. Dimulai dari Pengertian Kesmas sebagai Ilmu
adalah “Kombinasi dari ilmu
pengetahuan, keterampilan, moral dan etika,
yang diarahkan pada upaya pemeliharaan
dan peningkatan kesehatan semua orang, memperpanjang hidup melalui
tindakan kolektif, atau tindakan
social , untuk mencegah penyakit dan
memenuhi kebutuhan menyeluruh dalam kesehatan, dengan menggunakan srategi pemberdayaan masyarakat untuk hidup sehat secara mandiri.” Setelah itu, dibahas
tentang Standar Pelayanan profesi Kesmas, Standar Kurikulum, serta Standar
Akreditasi.
Dalam
perumusan naskah akademik ini merupakan salah satu upaya agar gelar S.K.M
mempunyai kompetensi yang sama dari setiap institusi. Selain dalam bidang
keilmuannya, ternyata para ahli Kesmas ini telah berencana untuk memberikan
pengakuan pada lulusan Kesehatan Masyarakat, yaitu dengan adanya STR (Surat
Tanda Registrasi). STR ini merupakan hak dari LAM-PTKes (Lembaga Akreditasi
Mandiri Perguruan Tinggi Kesehatan). Dengan adanya STR ini diharapkan adanya
kesamaan kompetensi dasar yang dimiliki profesi Kesmas serta lebih diterimanya
profesi Kesmas di pasar tenaga kerja.
Dosen FKM
UNHAS, Makassar ini juga mengulas tentang jenjang pendidikan Kesmas yang
dinilai banyak pihak masih belum tertata. Lulusan S1 Kesmas akan mendapat gelar
Sarjana Kesehatan Masyarakat (S.K.M) disertai nama peminatan yang tertulis di
transkrip nilai. Selanjutnya untuk pendidikan profesi sebenarnya telah muncul
di naskah akademik tahun 2011, namun karena tidak kunjung mendapat kesepakatan
akhirnya tidak termasuk dalam alur pendidikan Kesmas dalam naskah akademik
tahun 2012. Lulusan S2 Kesmas akan mendapat gelar Magister Kesehatan Masyarakat
(M.KM) dan lulusan S3 akan mendapat gelar Dr.
Pembicara
selanjutnya adalah Bambang Wispriyono, Ph.D (Direktur Eksekutif AIPTKMI) yang
membicarakan tentang “Konsep Dasar Pendidikan Kesehatan Masyarakat”. Inti topik
yang disampaikan Dekan FKM UI ini sebenarnya hampir sama dengan Pak Ridwan M.
Thaha. Dalam pembahasan beliau diketahui tentang KKNI, yaitu Kerangka
Kualifikasi Nasional Indonesia. KKNI merupakan suatu tingkatan berdasarkan
kesetaraan capaian pembelajaran dari berbagai jenis pendidikan di Indonesia.
Dalam kasus ini ada perbedaan antara pendidikan terapan dan non terapan. Pada
pendidikan terapan jenjangnya dipenuhi dengan SMK, Diploma I-IV, Profesi, S2
(Terapan), S3 Spesialis. Sedangkan pendidikan non terapan yaitu kalangan
pendidikan SMA, S1, S2, S3. Nah, AIPTKMI akan masih menggodok lagi di mana
posisi Kesmas, terapan atau non terapan. Dari kesimpulan tersebut akan
menentukan diperlukan atau tidak pendidikan profesi untuk Kesmas. Setelah sesi
ini banyak lagi pembicara yang luar biasa membicarakan tentang masa depan
Kesmas.
Malam hari
setelah diskusi publik ini peserta delegasi ISMKMI digiring menuju Auditorium
Harun Nasution UIN Syarif Hidayatullah. Dalam pikiran yang banyak terisi oleh
materi tadi tidak lantas mengurangi tanda tanya yang bergentayangan. Semakin
tahu semakin banyak yang dipertanyakan. Ingin membahas tentang RUU Nakes namun
Wakil Komisi IX menyatakan belum tahu dan menerima draftnya. Lalu tiba-tiba ada
Naskah Akademik yang menjadi kunci posisi Kesmas dalam RUU Nakes. Maka dalam
forum malam itu diputuskan untuk lebih berfokus pada Naskah Akademik Kesehatan
Masyarakat.
Agar
pembahasan naskah akademik lebih efektif maka dibagilah kita dalam 3 kelompok
dengan metode FGD membahas per bagian naskah akademik. Dalam FGD tersebut kita
menemukan beberapa pertanyaan dan masalah, antara lain:
1. Perlukah
Kesehatan Masyarakat memiliki jenjang pendidikan profesi?
2. Bagaimana
dengan kejelasan adanya alih jenjang dari D3 jurusan-jurusan kesehatan yang
justru akan semakin menenggelamkan S1 Kesmas murni?
3. Bagaimana
kejelasan posisi Gizi Kesmas dan Gizi Klinis?
4. Level
lulusan pendidikan Kesmas itu level 6 (S1) atau level 7 (pendidikan profesi)?
5. Jenjang
pendidikan S1 non kesmas ke S2 kesmas bagaimana?
6. Bagaimana
proses pelibatan mahasiswa dalam standar akreditasi?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar