Kamis, 22 Maret 2012

Quo Vadis Tenaga Kesehatan Masyarakat dalam RUU NAKES

Kesehatan di Indonesia selalu mendapatkan tantangan yang baru di setiap waktu. Tantangan tersebut adalah pola penyakit yang semakin kompleks karena tingginya ketimpangan regional, sosial dan ekonomi, selain itu juga menurunnya kondisi dan penggunaan fasilitas kesehatan dan kontribusi yang kurang dari Tenaga Kesehatan di Indonesia. Masalah di atas dikarenakan oleh sistem kesehatan yang kurang tepat. Salah satu contohnya adalah sistem tenaga kesehatan Indonesia yang belum memiliki payung hukum dan standar kompetensi yang jelas. Tanpa payung hukum dan standar kompetensi tersebut, tenaga kesehatan Indonesia tidak akan mampu bersaing dalam kancah Internasional.
            Adanya UU No 6 Tahun 1963 - Tenaga Kesehatan memberikan payung hukum pada tenaga kesehatan di Indonesia. Namun, masalah muncul ketika dalam UU tersebut terdapat ketidakcocokan antara proyeksi kerja suatu bidang ilmu kesehatan dengan kompetensi yang dimiliki oleh suatu profesi. UU ini tidak disokong oleh kompetensi yang jelas dan terstandarisasi dari ilmu tenaga kesehatan di dalam sistem pendidikan Indonesia.
            Dalam keusangan payung hukum tenaga kesehatan tersebut, ada salah satu nakes yang akan mendapatkan payung hukum, yaitu tenaga keperawatan. RUU tentang Keperawatan telah dicanangkan DPR menjadi prioritas no. urut 160 dalam Proglesnas (Program Legislatif Nasional) 2004, dan menjadi prioritas nomor urut 26 pada tahun 2009. Namun pada rapat paripurna, DPR menyepakati untuk menghilangkan RUU Keperawatan dengan mengganti RUU Nakes untuk semua tenaga kesehatan.
            Adanya RUU Nakes memberikan harapan baru kepada tenaga kesehatan khusunya Kesehatan Masyarakat sebagai salah satu cabang ilmu kita, untuk mempunyai payung hukumnya. RUU Nakes juga dapat memberikan penjaminan hubungan tenaga kesehatan dengan user/costumer. Namun sebelum di sahkan RUU ini banyak memiliki kekurangan, apabila disahkan justru akan membuat rancu peran tenaga kesehatan di Indonesia. Poin-poin penting yang harus diperhatikan dalam RUU NAKES ini adalah:
1.      Penataan Sistem Pendidikan Ilmu Kesehatan sebelum adanya UU Tenaga Kesehatan
Proyeksi kerja seorang tenaga kesehatan masyarakat (selanjutnya akan disebut tenaga kesmas) yang telah terejawantahkan dalam UU akan tepat apabila proyeksi kerja tersebut sesuai dengan kompetensi yang telah dimiliki oleh tenaga kesmas. Kompetensi tenaga kesmas didapat pada saat mereka melalui proses pendidikan mereka di perguruan tinggi. Namun, sekarang masalahnya kompetensi tenaga kesmas di Indonesia tidak merata. Hal tersebut dapat terlihat pada kurikulum mendasar yang berbeda di setiap institusi pendidikan tinggi ilmu kesehatan masyarakat, contohnya: perbedaan jenis, jumlah serta waktu pengambilan peminatan.
Selain kurikulum yang tidak terstandarisasi, banyak keadaan institusi yang berbeda-beda fasilitasnya. Fasilitas yang belum merata menyebabkan terhambatnya pemerataan kompetensi seorang tenaga kesmas. Hal tersebut menyebabkan perbedaan kompetensi lulusan seorang tenaga kesmas. Hal ini harus segera terselesaikan dengan standarisasi fasilitas institusi kesmas yang ingin menyelenggarakan studi ilmu kesehatan masyarakat untuk para mahasiswanya.
Jadi, pada poin pertama kesimpulannya adalah perlu adanya standarisasi dan penataan sistem pendidikan ilmu kesehatan masyarakat sebelum adanya UU Tenaga Kesehatan.

2.      Proyeksi Kerja Tenaga Kesmas dalam RUU NAKES
Poin kedua adalah mengenai proyeksi kerja tenaga kesmas yang terdapat dalam draft RUU Nakes, disebutkan pada pasal 10 ayat 5 bahwa “Tenaga kesehatan yang termasuk dalam kelompok tenaga kesehatan masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d terdiri dari epidemiolog kesehatan, promosi kesehatan, dan kesehatan kerja.” Jadi dalam pasal tersebut tercantum proyeksi kerja seorang tenaga Nakes hanya terkotakkan dalam tiga profesi tersebut.

3.      Hubungan Tenaga Kesmas dengan Nakes Lain dalam RUU NAKES
·      Dalam pasal 10 tercantum peran masing-masing profesi tenaga kesehatan, namun dalam pasal ini Kesehatan Masyarakat dibedakan dengan Kesehatan Lingkungan dan Gizi, padahal dua keilmuan masuk dalam bidang peminatan kesehatan masyarakat. Untuk tenaga gizi dapat diketahui kalau telah ada ilmu gizi yang ada di perguruan tinggi. Namun di sini akan rancu perannya apabila tenaga kesmas juga memiliki kompetensi dengan peminatan gizi. Tujuan RUU Nakes dalam masalah ini adalah membedakan peran dan proyeksi kerja dua keilmuan ini.
·      Sekarang beranjak pada masalah pemisahan kesehatan masyarakat dengan kesehatan lingkungan. Latar belakang pendidikan apakah yang akan mengisi profesi tersebut?
·      Ada redaksi pada pasal 10 ayat 3 yang menjelaskan bahwa “Tenaga kesehatan yang termasuk dalam kelompok tenaga keperawatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b antara lain terdiri dari perawat, perawat gigi, perawat anestesi, dan bidan.” Nah, di sini banyak yang memprotesnya, komentar-komentar untuk ayat ini antara lain:
-          IBI mengusulkan bidan dikeluarkan dari kelompok tenaga keperawatan dan menjadi kelompok sendiri.
-          Usul PPNI pembagiannya: Perawat vokasi, nurse, dan nurse spesialis. Bidan dipisahkan tersendiri.

4.      Perbaikan Redaksi
Undang-undang perlu adanya redaksi yang tepat dan jelas agar tidak menimbulkan pengertian ganda dan berdampak pada kerancuan dalam pelaksanaannya. Banyak redaksi dalam RUU NAKES yang rancu, antara lain:
-          pasal 1 ayat 1
Tenaga kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan/atau keterampilan melalui pendidikan di bidang kesehatan, yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan.
berarti setiap orang yang mengabdikan diri di bidang kesehatan sudah berwenang dalam melakukan upaya kesehatan. meskipun ada kata "memiliki pengetahuan...." tapi ada kata "serta", berarti duaduanya boleh melakukan upaya kesehatan.
-          Pasal 1 ayat 2
Fasilitas pelayanan kesehatan adalah tempat yang digunakan untuk menyelenggarakan upaya pelayanan kesehatan, baik promotif, preventif, kuratif maupun rehabilitatif yang diselenggarakan oleh pemerintah dan/atau masyarakat.
-          Pasal 1 ayat 3
Upaya kesehatan adalah setiap kegiatan dan/atau serangkaian kegiatan yang dilakukan secara terpadu, terintregasi dan berkesinambungan untuk memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat dalam bentuk pencegahan penyakit, peningkatan kesehatan, pengobatan penyakit, dan pemulihan kesehatan oleh pemerintah dan/atau masyarakat
Upaya kesehatan dilakukan oleh pemerintah atau masyarakat, lalu di mana kah peran Nakes?
(Selain ayat-ayat di atas banyak yang perlu untuk dikaji kembali)

            Jadi, sebelum suatu undang-undang ini disahkan dan memberi kepastian hukum pada tenaga kesehatan perlu disokong oleh kemampuan pendidikan kesehatan yang dapat memberikan kompetensi yang sesuai dengan proyeksi kerjanya. Selain itu, dikarenakan kerja seorang tenaga kesmas yang pasti bersinggungan dengan tenaga kesehatan lainnya, maka diperlukan status dan proyeksi kerja yang jelas antar profesi kesehatan. Hal lain yang tak kalah penting adalah perundang-undangan perlu penataan redaksi yang jelas dan tepat agar tidak menimbulkan kerancuan dan masalah pada masa yang akan datang.


By : Rifky Anindika (FKM Univ. Airlangga)
­-Berdasarkan Kajian Tim Adhoc RUU NAKES ISMKMI-
Ahmad Syarifudin (Universitas Indonesia)
Desri Astuti (Universitas Muhammadiyah Jakarta)
Rifqi Abdul Fattah (Universitas Muhammadiyah Jakarta)
Elia Nur A’yunin (Universitas Jenderal Soerdirman)
M. Agus Zaini (Universitas Airlangga)
Ambarwati (Universitas Airlangga)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar